Sebagai tamu Negara, kami diberi kebebasan untuk mengerjakan apa saja yang disukai, seperti mengadakan kegiatan Kebudayaan dan Olahraga.yang sudah saya ceritakan dalam seri ke-6 yang lalu.
Pada waktu RBKP berkecamuk di RRT, sangat populer dengan didirikannya Sekolah Tujuh Mei oleh pemerintah. STM (Sekolah Tujuh Mei) bertujuan untuk menggembleng rohani dan jasmani para kader Tiongkok, melalui kerja badan di pedesaan, belajar kepada tani miskin, bagaimana mengelola pertanian, perkebunan dan peternakan. Hu Yao Bang, Hu Chi Li, Wang Zhao Hua, Hu Ke Se dll yang menjadi tuan rumah saya, begitupula Xiao Yang yang menjadi interpreter saya juga ramai2 masuk ke STM ini. Mengapa dinamakan Sekolah Tujuh Mei, karena semuanya berdasarkan instruksi Mao Tjetung tertanggal 7 Mei tahun (?).
Ketika hubungan Tiongkok dan Uni Sovyet memburuk, sampai terjadi insiden ber- senjata dan berdarah di tapal batas di daerah Timur Laut, pada tahun 1969. Sebagian besar orang asing diungsikan ke daerah pedaleman yang relatif aman, karena Peking tidak cukup menyediakan lubang perlindungan, jika sampai terjadi peperangan yang dahsyat.
Awal 1970, ketika ada tawaran untuk pergi ke STM, di kalangan orang Indonesia terdapat dua pendapat, pro dan kontra. Yang pro, termasuk saya, timbul dari rasa ingin tahu apa itu STM, juga karena belum ada bayangan bagaimana caranya meninggalkan Tiongkok untuk merintis jalan pulang ke Indonesia, apa salahnya kita menggembleng diri melalui kerja badan di STM?. Yang kontra berpendapat, tidak usah ikut2an apa yang dilakukan oleh Tiongkok, yang penting segera meninggalkan Tiongkok, untuk mencari jalan pulang ke Indonesia, masalah penggemblengan rohani dan jasmani, toh bisa dilakukan dalam perjalanan pulang ke Indonesia. Yang kontra a.l. termasuk Utuy Tatang Sontani alm, yang pada tahun 1971 telah meninggalkan Tiongkok, pergi keEropa, dan meninggal dunia sebelum bisa kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Juga pak Jawoto mantan Dubes RI untuk RRT, yang kemudian pindah ke Holland dan meninggal di situ. Saya tinggal di STM selama 7 tahun lamanya.
STM untuk orang2 Indonesia diadakan di salah satu desa di propinsi Jiangxi, di sebuah desa kecil yang bernama Shi Tou Jie (Sa To Kai) yang termasuk wilayah kabupaten Gao An, sebelah Barat kota nNan Chang, ibukota propinsi Jiang Xi.. Untuk keperluan STM, khusus dibangun kompleks perumahan yang sederhana, yang terbagi dalamdua blok. Blok A untuk yang bujangan atau yang keluarganya ada di Indonesia. Blok B adalah untuk yang sudah berkeluarga, dan anggota keluarganya ada di Tiongkok. Antara Blok A dan Blok B dipisahkan oleh klinik, toko barang2 kebutuhan se-hari2, sawah, lapangan sepakbola dan kakus serta kamar mandi umum, Ruang Perpustakaan, dan Ruang sidang untuk keperluan rapat2 pengurus. Di seberang toko, terletak lapangan bola basket, sekaligus sebagai lapangan volley dan bulutangkis. Di sebelahnya terletak kantin dan dapur tempat kita makan, juga untuk tempat pertunjukan film dan malam kesenian. Dibelakang kantin terletak ladang yang luas, tempat kita bercocok tanam dan beternak kambing dan babi. Di sebelah kantin terletak rumah sekolah dasar/taman kanak2 untuk anak2 Indonesia dan Tiongkok.
Kamar tidur untuk Blok A, berukuran 3 X 4 meter, diisi oleh 2 orang. Tak ada toilet, kamar mandi, dan dapurnya. Untuk cuci tangan, cuci muka dan cuci baju, disediakan deretan air ledeng di depan kamar, untuk buang air disediakan kakus umum yang sederhana sekali yang terletak di pinggir sawah. Kamar mandi umum dibagi dua, untuk priya dan wanita. Ada air dingin dan air panas. Air dingin dibuka sepanjang tahun, dan air panas cuma 2 kali seminggu pada musim dingin. Semuanya mandi ramai2 di kamar mandi yang luasnya 6 kali 8 meter. Kami cuma memiliki kamar mandi pribadi sampai dengan Juli 1966, setelah itu sampai menjelang meninggalkan Tiongkok pada Desember 1977, kami sudah terbiasakan mandi secara kolektif kaya perajurit. Cuma orang tua yang sakit2an yang memperoleh kamar mandi dan WC pribadi, sebab mereka tak leluasa harus ke WC umum, apalagi ketika musim dingin.
Disebelah Kamar Mandi Umum terletak poliklinik, praktis buka 24 jam per hari, karena diluar jam kerja selalu ada yang piket, untuk menangani jika ada yang tiba2 jatuh sakit dan butuh pertolongan darurat.
Penghuni Blok A 100% adalah priya. Penghuni Blok B adalah untuk mereka yang sudah berkeluarga, dan para wanita yang masih single, baik belum atau sudah menikah, ataupun suaminya sudah meninggal dunia.
Untuk Blok B, bentuknya seperti rumah kecil, yang terdiri dari ruang tamu 3M X 4M , 2 kamar tidur. masing2 ukuran 3M X 4M dan 3M X 3M , satu dapur ukuran 3M X 2M Kakusnya juga berada di luar rumah, terbagi untuk priya dan wanita.
Kamar Mandi Umum menjadi satu dengan penghuni Blok A., juga terbagi untuk priya dan wanita.
3 tahun pertama di STM, kita semua praktis menjadi tamu modern, artinya bekerja 8 jam sehari di ladang atau di kandang. Pagi 4 jam, kemudian istirahat siang selama 2 jam untuk makan dan acara bebas. Sore bekerja lagi 4 jam. Malam harinya kadang2 ada film, atau malam gembira, atau malam kesenian. Jika tak ada kegiatan umum tersebut, diisi untuk anjang sono antara teman2 lama dan baru, atau membaca buku di perpustakaan , latihan kesenian, latihan olahraga atau apa saja yang menjadi hobby masing2. Yang tak mau bekerja di ladangpun tak dipaksa, semuanya berdasarkan kesukarelaan se-mata2.
Yang kita tanam di situ adalah ber-macam2 sayur mayur, seperti kangkung, ubirambat, wortel, bawang putih, kobis, sawi hijau, sawi putih, kacang panjang, mentimun, cabe merah/rawit, lobak putih, labu, kacang tanah dan lain2. Ternak yang diperlihara cuma babi dan kambing, saya minta bekerja di kandang babi, bekerja di situ selama 9 bulan lamanya.
Sebetulnya. tiap orang cuma mendapat giliran 3 bulan bekerja di kandang, saya minta diperpanjang dua kali ,total jenderal bekerja sampai 9 bulan lamanya. Termasuk yang paling lama dan paling ahli dalam soal pelihara babi, babi2nya saya latih dengan aba2 khusus, begitu mendengar teriakan saya, babi2 tersebut ber-bondong2 berbaris pulang ke kandang untuk makan santapan yang istimewa, yaitu dedak yang diragikan menjadi harum seperti arak tape, dicampur dengan sisa makanan dari kantin yang dimasak lagi di kandang. babi. Ya, babi2 tersebut sudah mengenal jeritan saya yangberarti ada santapan lezad di kandang.
Ketika babi betina mau melahirkan, saya menunggu dari tengah malam sampai pagi buta. Sampai selesai semua proses kelahiran anak babi. Ternyata anak2 babi tak usah diajari sudah tahu kemana harus mencari susu induknya, sama halnya dengan anak kucing yang pernah saya pelihara waktu kecil di rumah.
Tapi anak babi ini penakutnya luar biasa, tidak seperti anak kucing dan anak anjing yang mau dipegang oleh kita. Anak babi ini jika kita sentuh, terus lari dan men-jerit2 kaya mau disembelih., se-olah2 sudah diberitahu oleh induknya, hati2 dengan manusia yang paling suka makan panggang anak babi. Sedangkan kucing dan anjing cuma jadi peliharaan kesayangan, tidak boleh dipotong dan dimakan dagingnya. maka mereka tidak takut kepada manusia, bahkan manja kepingin di-usap2 kepalanya.
Malam hari ketika menunggu kelahiran anak babi, saya bikin bakmi goreng Jakarta untuk disantap oleh piket yang bekerja di kandang. Khusus saya bikin sambel bawang putih yang dicampur dengan tomat. Karena pakai minyak babi, vetsin, kecap asin, bawang putih, bawang goreng, merica dan sayuran segar yang baru dipetik dari ladang, maka sedapnya luar biasa, apalagi di STM tak ada warung bakmi yang jualan bakmi goreng seperti itu. Masak memasak memang menjadi salah satu keahlian saya yang diakui oleh seluruh penduduk kampung Indonesia. Dan salah satu hobby dari sementara sahabat yang punya kegemaran makan enak. Maklum dikampung cuma ada kantin umum yang menyediakan makanan sederhana yang dimasak dengan kwali raksasa, dan rasanya seperti ransum asrama tentara. Tak ada warung nasi atau restoran seperti yang biasa kita alami ketika hidup di kota. Jika mau makan enak harus gulung lengan baju dan masak sendiri. Dapurnya secara darurat dibikin di pinggir sawah, yang dimasak a.l. soto ular, karena banyak sekali ular berbisa di STM, Sup jamur hutan, yang juga banyak terdapat pada musim hujan disekitar perumahan kita, goreng burung, gulai burung, sambel goreng, kari ayam, gado2, berambang asem pucuk ubi rambat dll………Pendek kata, makan enak menjadi salah satu hiburan dari mereka yang mempunyai kepandaian masak seperti saya. Sampai saya memberikan nama sambel ciptaan saya adalah Sambel Goncang Lidah, sebab terkenal sedaaaaap!
Tahun ke-4 sampai tahun ke-7, kita cuma bekerja 2 kali per minggu, dan tiap kali cuma 4 jam saja. Jadi banyak waktu digunakan untuk kegiatan Kebora, pendidikan kanak2, dan lain2 menurut kegemaran masing2 yang berbeda-beda. Hal ini sudah saya ceritakan pada seri ke-6 yang lampau.
Meskipun ketentuannya bekerja di ladang umum 2 kali seminggu, tapi saya hampir tiap hari bekerja di ladang pribadi sebagai hobby dan gerak badan, bersama pakUran anak Bali, Ganoto arek Suroboyo, saya mengerjakan ladang pribadi ini dengan gembira, yang saya tanam disamping kacang tanah, cabe rawit dan cabe merah, juga mentimun, kacang panjang, ubi rambat, singkong, labu , jagung, tomat, oyong, gambas, pare, ketumbar, kemangi, daun bawang, selederi dan lain2. Sebagian besar hasilnya disetor ke kantin umum untuk dinikmati bersama, sebagian kecil masuk ke dapur pribadi. Badan saya sehat dan kulit menjadi ke-hitam2an kena sinar matahari., juga karena pintar masak.
Kebanyakan dari orang Indonesia di kampung ini senang bercocok tanam, tapi ada juga dua tiga orang yang tak mau bekerja dengan alasan kita kan tamu, buat apa mesti cape2 kerja, tak kerjapun tetap dapat makan.
Ya memang kita semua bekerja bukan untuk mencari nafkah, cuma untuk hobby dan anggap saja sebagai olahraga , tuan rumahpun tidak pernah memaksa kita untuk bekerja. Bahkan kalau kita sedang bosan bekerja, boleh pura2 sakit, masuk rumah sakit untuk beristirahat . Tuan rumah, meskipun tahu, juga pura2 bodoh saja.
Kalau kepingin makan telor mata sapi, gampang saja, pura2 sakit dan istirahat di rumah, nanti akan diantarkan mi kuah dengan 2 butir telor mata sapi . Makanan lux yang khusus untuk orang sakit. Belakangansetelah kita mulai berani membeli telor ayam kepada petani,barulah bisa makan telor tanpa pura2 sakit lagi. Tapi oleh Tuan Rumah membeli telor kepada petani secara langsung tidak diperbolehkan, alasannya merangsang keinginan menjadi kapitalis dari para petani Tiongkok, dan merusak sendi perekonomian Tiongkok, demikian nasihat dari Tuan Rumah yang disampaikan secara resmi dalam rapat penghuni sekampung. Namun nasihat ini tidak kami gubris, sebab alasannya terlalu fantastis dan tak masuk di akal sehat Dan ternyata Tuan Rumah juga tak bisa berbuat apa2, dan bahkan ada staf mereka yang diam2 bersama kami membeli telor di pasar gelap ini!
Dengan demikian, kita bisa mengolah sendiri balado telor, dengan bumbu masak yang kita tanam sendiri, bisa mengolah semur telor, bikin kue bolu kukus, bikin macam2 kudapan dan makanan dari telor ayam. Bikin kue pudding panggang, menggunakan manthou kering, telor ayam dan susu, dipanggang di atas tungku batubara.Ini sering kami lakukan di rumah pak Ibrahim Isa yang istrinya pandai masak. Penghidupan kami di kampung jadi tidak terlalu sederhana dan menjemukan. Ya ini adalah untungnya orang yang liberal dan tak berdisiplin seperti saya2 ini.
Cinta kerja badan dengan cinta makan enak rasanya tidak berkontradiksi, apalagi buat saya yg dibesarkan di Jakarta dan Bandung, yang penuh dengan jajan macam2., yang sudah terbiasakan makan ini dan itu yang lezad2. Tujuan kami ke STM tidak sama dengan kader2 Tiongkok yang digembleng dan dicuci otaknya, diisi dengan Fikiran Mao Tjetung, agar Tiongkok se-lama2nya tidak berubah menjadi menjadi negeri kapitalis. Itu urusan dalam negeri Tiongkok, yang kita tak mau campur, juga tidak mau ikut2an apa yg mereka sedang lakukan, tidak mau mengikuti segala nasehat yang mereka berikan, jika nasehat itu tak masuk di akal sehat. Jadi meskipun sama2 menggunakan nama STM, STM Tiongkok dan STM Indonesia banyak perbedaannya.
Ya, boleh dibilang STM Indonesia lebih kreatif, lebih bebas, karena kita ramai2 ke situ bukan karena dipaksa seperti kader2 Tiongkok. Cuma sekedar pindah dari kota ke desa, Ketika tinggal di kotapun, saya dan beberapa teman sudah mulai bercocok tanam, sebagai hobby, juga untuk memenuhi kebutuhan hobby masak memasak dari orang Indonesia.yang sudah dimulai sejak tahun 1966.
Pendek kata,kami mempunyai banyak kebebasan yang tidak dimiliki oleh orang2 Tiongkok.
Saya termasuk yang agak nakal, karena menderita sakit lambung, saya diperbolehkan makan makanan khusus. Di rumah sakit, ketika ditanya mau makan apa? Saya jawab kepingin makan roti panggang., alasannya mudah dicernakan. Maka koki dapurnya khusus pergi ke Hotel untuk belajar bagaimana membuat roti tawar. Setiap kali saya mendapat roti, semua pasien yang kebetulan berobat di rumah sakit, kebagian roti yang menjadi jatah saya itu, pak Sobron tentu masih ingat kan, setiap saya diopname di Nanchang, terus nyeletuk,.”Wah kita akan makan roti tawar lagi.” makanan lux yang bisa kita nikmati ketika itu.
Ya buat kita2 itu, makan roti tawar adalah makanan istimewa, karena di toko atau di pasar tak ada yang membikin atau menjual roti tawar, apalagi roti panggang. Yang ada cuma roti kukus alias manthou. Margarine atau mentegapun tak ada, roti itu kita panggang, dan dicelup dengan susu sapi manis, atau kopi susu, atau coklat susu. Orang asing masih bisa membeli susu, kopi dan coklat (ovaltine) di toko persahabatan, toko yang khusus dibuka untuk orang asing dan pejabat2 tinggi pemerintah Susu bubuk, kopi bubuk dan ovaltine adalah makanan lux, tak dijual untuk rakyat biasa atau kader menengah ke bawah. Itulah selingan hidup saya, disamping cinta kerja badan, juga cinta makan enak.
Saya termasuk yang kadang2 pergi “tembur” alias tembak burung. Bawa senapan angin, bersepeda ramai2, masuk desa keluar desa untuk tembak burung. Secara tak sengaja kita bisa melihat dengan mata kepala sendiri betapa melaratnya petani Tiongkok yang sudah 20 tahun lebih Tiongkok Baru berdiri.
Kaum tani Tiongkok, hidupnya melarat sekali, akibat dijalankannya garis politik yang ultra kiri, dengan motto lebih baik negeri sosialis melarat ketimbang negeri kapitalis yang makmur.
Garis politik ultra kiri ini, sejak 1978 telah dikoreksi oleh pemerintah yang dipimpin oleh Deng Xiaoping, kaum tani yang rajin diperbolehkan menjadi kaya raya. Ini pangkal mulanya RRT menjadi makmur seperti dewasa ini.
Isteri saya pernah dipaksa menjadi petani oleh penguasa militer setempat, usianya baru 19 tahun, selama 3 tahun kerjanya cuma menyanyi dan menari yang memuja Partai Komunis Tiongkok dan Mao Tjetung, ketika sekolah2 mulai dibuka, ia mendaftarkan diri untuk bersekolah, tapi tidak diizinkan, karena orangtuanya bukan kaum buruh, kaum tani atau perajurit. Semua perantau Tionghoa yang datang ketika RBKP, tidak dizinkan bersekolah, melainkan harus cuci otak melalui terjun ke desa jadi petani model baru. Nasib isteri saya tidak sama dengan saya, karena ketika itu statusnya adalah WN Tiongkok, tidak ada perlakuan istimewa sebagai tamu Negara seperti saya. Ia tak bisa pura2 sakit seperti saya, biar sakit bener2an juga mesti masuk ke sawah yang dinginnya seperti air es. Kalau tak bekerja berarti akan mati kelaparan. Tak ada tunjangan social buat petani di pedesaan. 3 tahun ia menderita, sebagai korban dari politik ultra kiri yang berkecamuk di RRT pada 1966-1976. Ia begitu cinta kepada Ketua Mao dan Partai Komunis Tiongkok, tetapi mendapat pembalasan yang begitu kejam, dipaksa turun ke desa, siapa yang menolak, listerik, air ledeng dan kupon makanannya disetop Dibawah ancaman kegelapan, kehausan dan kelaparan, ia dan teman2 sekolah yang berasal dari Indonesia terpaksa menyerah kalah.. Ketika itu kami berdua belum berkenalan, andaikata sudah berkenalan, toh percuma saja, tidak boleh saling berhubungan, akan mengalami nasib seperti Lilian, yang juga dipaksa turun ke desa menjadi petani sungguhan. .
Untuk orang Indonesia tembur juga bermaksud untuk makan enak, selesai tembur, kita ramai2 membuat santapan lezad, ya sate burung, semur burung, bestik burung, goreng burung, kalio burung, rendang burung dll
Juga merupakan santapan lezad yang tidak terjual di restoran atau warung makan di sekeliling kampung kita.
Ya, bercocok tanam pribadi, disamping sebagai olahraga, juga menyediakan bahan pelengkap untuk masak2 burung, jamur hutan, ular, katak yang banyak terdapat di se-keliling kampung Indonesia. Penghidupan kolektif semacam ini, rasanya cuma terjadi sekali saja dalam sejarah saya, meskipun kita hidup dalam masyarakat yang kurang normal, kita berusaha menjadi manusia yang normal, yang cinta kerja dan cinta makan enak.
Inilah sekelumit kenang2an indah ketika hidup di STM selama 1970-1977, suka duka yang tak mudah dilupakan se-lama2nya. Kisah2 lainnya di STM akan dilanjutkan pada seri yad. :
- Seri - 8 Embah Suroh, pejuang tua yang pernah dibuang di Boven Digul
- Seri – 9 Keluar Masuk Rumah Sakit 94 Nan Chang
- Seri – 10 Musim Panas, Meninjau Keliling Tiongkok.
- Seri – 11 Surat Menyurat Dengan Keluarga Di Tanah Air Nyambung Lagi
- Seri – 12 Sayonara STM, Sayonara Petani Modern !